Jumat, 26 Agustus 2011

annadhofatul iman

Pertanyaan :
Nauruzz Yaman >>> Apakah benar annadzofatu minal iman itu bukan hadits ?

Jawaban : 
Masaji Antoro >> Berikut sedikit paparan hadits diatas :

قال صلى الله عليه و سلم بني الدين على النظافة // حديث بني الدين على النظافة لم أجده هكذا وفي الضعفاء لابن حبان من حديث عائشة تنظفوا فإن الإسلام نظيف وللطبراني في الأوسط بسند ضعيف جدا من حديث ابن مسعود النظافة تدعو إلى الإيمان // وهو كذلك باطنا وظاهرا قال الله تعالى إنما المشركون نجس تنبيها للعقول على الطهارة والنجاسة غير مقصورة على الظواهر بالحس فالمشرك قد يكون نظيف الثوب مغسول البدن ولكنه نجس الجوهر أي باطنه ملطخ بالخبائث

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Agama didasari atas kebersihan”
Tidak ditemukan redaksi haditsnya seperti diatas, yang tertulis dalam sekumpulan hadits-hadits dhaifnya Ibn Hibban dari riwayat ‘Aisyah “Bersihkanlah diri kalian karena islam itu bersih” sedang riwayat at-Thabraany dengan sanad yang dhaif dari Ibn Mas’ud dikatakan “kebersihan itu mendatangkan keimanan”
kebersihan secara lahir dan bathin memang mendatangkan keimanan, Allah berfirman “sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, (QS. 9:28) untuk memberi motifasi agar selalu bersuci, sedang maksud najis tidak hanya terbatas pada hal-hal yang bersifat lahiriyah semata, kenajisan lahiriyah orang musyrik terkadang masih bisa tersucikan namun kenajisan bathiniyah yang tercampuri oleh perbuatan tercela (bisakah terhilangkan ?)
Al-Ihyaa’ I49

278 – حديث " بني الدين على النظافة "
** لم أجده هكذا ، وفي الضعفاء لابن حبان من حديث عائشة " تنظفوا فإن الإسلام نظيف " والطبراني في الأوسط بسند ضعيف جدا من حديث ابن مسعود " النظافة من الإيمان " .

Hadits “Agama didasari atas kebersihan”
Tidak ditemukan redaksi haditsnya seperti diatas, yang tertulis dalam sekumpulan hadits-hadits dhaifnya Ibn Hibban dari riwayat ‘Aisyah “Bersihkanlah diri kalian karena islam itu bersih” sedang riwayat at-Thabraany dalam kitab al-Awsaathnya dengan sanad yang dhaif sekali dari Ibn Mas’ud dikatakan “kebersihan sebagian dari iman”
Takhriij al-Ahaadits al-Ihyaa’ I/278

Wallaahu A'lamu Bis showaab...



Dalam ranah Ilmu Kalam, al-Maturidi adalah nama yang sudah tidak asing lagi. Ia adalah pendiri aliran Maturidiyyah yang diketegorikan sebagai representasi teologi ahli sunnah, di samping Asy’ariyyah yang digawangi Abu al-Hasan al-Asy’ari. Al-Maturidi dikenal sebagai seorang teolog, dan faqih dari Madzhab Hanafi, bahkan seorang ahli tafsir.   

Nama lengkap al-Maturidi adalah Abu Manshur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud al-Maturidi. Ia dilahirkan di Maturid, sebuah desa (qaryah) yang masuk ke dalam wilayah Samarqand. Ia acap kali dijuluki Imam al-Mutakallimin (Imam Para Teolog) dan masih banyak lagi yang kesemuanya menunjukkan kelas intelektual dan jihadnya dalam membela sunnah, akidah, dan menghidupkan syari’at Islam.

Tak ada penjelasan pasti dari para sejarawan tentang tahun kelahiran al-Maturidi. Tetapi menurut Dr. Ayyub Ali, al-Maturidi lahir sekitar tahun 238 H / 852 M. Alasan yang dikemukakannya adalah bahwa salah satu murid al-Maturidi, yaitu Muhammad bin Muqatil ar-Razi wafat pada tahun pada tahun 248 H / 862 M. [Ayyub Ali, A History of Muslim Philosophy, vol. I, h. 260].

Jika pandangan Dr. Ayyub Ali itu benar, maka al-Maturidi kurang lebih hidup selama seratus tahun. Sebab, para sejarawan sepakat bahwa al-Maturidi wafat pada tahun 333 H / 944 M dan dimakamkan di Samarqand. Salah satu guru al-Maturidi adalah Abu Nash al-'Ayyadhi yang merupakan teman seperguruannya di majlis yang diselenggarakan oleh Abu Bakr Ahmad al-Jauzani. Nama al-Maturidi memang tidak sementereng al-Asy’ari, tetapi kendatipun demikian ia banyak mewariskan karya-karya bermutu. Di antara peninggalannya adalah Kitab at-Tauhid.

Al-Maturidi mengawali kitabnya dengan pembahasan tentang pembatalan taklid dan keniscayaan mengetahui agama dengan dalil. Dalam bagian ini al-Maturidi tidak menerima apapun alasan taqlid.Sebab taqlid bisa menimbulkan adanya pandangan yang berbeda dengan orang yang di-taqlid-i. Pada bagian selanjutnya al-Maturidi menjelaskan bahwa dasar yang dijiadikan untuk mengetahui agama adalah as-sam’ (wahyu) dan al-‘aql. [H. 3-4].

Pandangan teologi yang kembangkan al-Maturidi pada dasarnya adalah sama dengan al-Asy’ari. Metodologi yang digunakan keduanya adalah moderatisme. Dengan kata lain, pendekatan mereka adalah pendekatan yang berdiri di antara kelompok tekstualis -seperti kalangan Hasywiyyah, Musyabbihah, dan Mujassimah dan kelompok rasionalis seperti Mu’tazilah.

Misalnya, ketika al-Asy’ari membicang tentang atribut-atribut (shifat) Allah. Kalangan Mu’tazilah menegasikan atribut-atribut tersebut. Mereka mengatakan: “Tidak ada (atribut, penerjemah) ilmu, kuasa, mendengar, melihat, hidup, kekal, dan kehendak bagi Allah”. Sedang kalangan Hasywiyyah dan Mujassimah mengatakan: “Allah memiliki ilmu sebagaimana ilmu-ilmu lainya, pendengaran sebagaimana pendengaran-pendengaran lainya, dan penglihatan sebagaimana penglihatan-penglihatan lainnya”.     

Kedua pandangan di atas saling bertabrakan satu sama lainnya. Lantas al-Asy’ari mengajukan sebuah pandangan yang berdiri di tengah-tengah. Ia mengatakan: “Sesunguhnya Allah memilik ilmu tetapi tidak sama dengan ilmunya makhluk, kekuasaan tetapi tidak sama dengan kekuasaanya makhluk, pendengaran tetapi tidak sama dengan pendengaran makhluk, dan penglihatan tetapi tidak sama dengan penglihatan makhluk”. [Ibn ‘Asakir, Tabyin Kidzb al-Muftari, H. 149].

Sikap al-Asy’ari mengenai atribut-atribut di atas juga diikuti oleh al-Maturidi. Hal ini terlihat dalam Kitab at-Tauhid-nya: “Kemudian ditetapkan atribut (shifat) bagi Allah, yaitu Yang Mampu, Mengetahui, Hidup, Mulia, dan Yang Dermawan. Penamaan dengan atribut atribut tersebut adalah hak baik menurut sam’ (wahyu) dan akal sekaligus….hanya saja ada suatu kelompok yang melekatkan nama-nama tersebut kepada selain Allah karena menyangka bahwa penetapan nama-nama tersebut mengandung tasyabuh (keserupaan) antara Allah dengan setiap yang diberi nama…akan tetapi kami telah menjelaskan ketiadaan tasyabuh dengan Allah karena kesuaian nama. Sebab, Allah dinamai dengan nama yang Ia buat sendiri dan diatributi dengan atribut yang Ia berikan sendiri”. [H. 44].

Dari semua yang dibicarakan al-Maturudi dalam Kitab at-Tauhid-nya hemat saya ada satu hal yang menarik. Yaitu pembahasan mengenai nadhariyah al-ma’rifah (teori ilmu pengetahuan). Dalam hal ini, al-Maturidi mendiskusikan tentang nilai pengetahuan dan parameter kebenaran dalam pengetahuan yang sampai kepada kita melaui indera, khabar, dan akal. Menurutnya, indera, khabar, dan akal merupakan jalan atau sumber bagi kita untuk mengetahui hakikat segala sesuatu. [H. 7].

Untuk memperoleh pengetahuan kita tidak mungkin bisa lepas dari salah satu ketiga sumber di atas. Misalnya, dengan indera kita bisa merasakan rasa enak, sakit dan lain-lain. Dengan khabar kita bisa mengetahui nama-nama kita, nasab, dan kejadian-kejadian masa lalu. Sedang dengan akal kita bisa memahami apa yang diperintahkan Allah.

Sepanjang yang saya ketahui, kitab-kitab yang membincang mengenai Ilmu Kalam yang ditulis oleh para ulama sebelum al-Maturidi tidak menyinggung persoalan nadhariyyah al-ma’rifah. Jadi, hemat saya hal ini menjadi satu kelebihan tersendiri bagi al-Maturidi.

Kitab ini merupakan salah satu rujukan primer bagi pendangan teologi Sunni. Karenanya harus dibaca dan dikaji secara mendalam. Dengan membaca kitab ini, kita akan merasakan bagaimana akrobatik teologis al-Maturidi dalam mempertahankan keyakinan teologi kalangan Sunni. Salam…

Tentang Kitab
Judul : Kitab at-Tauhid Penulis :  Abu Manshur al-Maturidi Penerbit  :  Bairut-Dar al-Masyriq Cet :  Ke-3 tahun 1986 M Tebal  :  411    

                           ALLAH
MENURUT ULAMA DI BAWAH INI:

ذكر النقول من المذاهب الأربعة وغيرها على أن أهل السنة يقولون: الله موجود بلا مكان ولاجهة


1- قال مصباح التوحيد ومصباح التفريد الصحابي الجليل والخليفة الراشد سيدنا علي رضي الله عنه (40 هـ) ما نصه : (كان- الله- ولا مكان، وهو الان على ما- عليه- كان اهـ. أي بلا مكان. (( الفرق بين الفرق لأبي منصور البغدادي [ ص / 333 ] )) .
 =================================================
2- وقال أيضا : "إن الله تعالى خلق العرش إظهارًا لقدرته لا مكانا لذاته" أ هـ. (( الفرق بين الفرق لأبي منصور البغدادي [ ص / 333 ] )) .

 ===================================================
3- وقال أيضا : (من زعم أن إلهنا محدود فقد جهل الخالق المعبود" اهـ. (المحدود: ما له حجم صغيرا كان أو كبيرا) . [حلية الأولياء: ترجمة علي بن أبي طالب (73/1) ].
==============================================================
4- وقال التابعي الجليل الإمام زين العابدين علي بن الحسين بن علي رضي الله عنهم (94 هـ) ما نصه (4): (أنت الله الذي لا يحويك مكان" أ هـ. [إتحاف السادة المتقين (4/ 380) ] . 

5- وقال أيضا : ( أنت الله الذي لا تحد فتكون محدودا ) اهـ. [إتحاف السادة المتقين (4/ 380) ]  

6- وقال الإمام جعفر الصادق بن محمد الباقر بن زين العابدين علي بن الحسين رضوان الله عليهم (148 هـ) ما نصه : "من زعم أن الله في شىء، أو من شىء، أو على شىء فقد أشرك. إذ لو كان على شىء لكان محمولا، ولو كان في شىء لكان محصورا، ولو كان من شىء لكان محدثا- أي مخلوقا" أ هـ.  [ ذكره القشيري في رسالته المعروفة بالرسالة القشيرية (ص/ 6) ].

7- قال الإمام المجتهد أبو حنيفة النعمان بن ثابت رضي الله عنه (150 هـ) أحد مشاهير علماء السلف إمام المذهب الحنفي ما نصه : " والله تعالى يُرى في الآخرة، ويراه المؤمنون وهم في الجنة بأعين رؤوسهم بلا تشبيه ولا كميّة، ولا يكون بينه وبين خلقه مسافة " اهـ. [ ذكره في الفقه الاكبر، انظر شرح الفقه الاكبر لملا علي القاري (ص/ 136- 137) ].

8- وقال أيضا في كتابه الوصية : " ولقاء الله تعالى لأهل الجنة بلا كيف ولا تشبيه ولا جهة حق " اهـ. [ الوصية: (ص/ 4)، ونقله ملا علي القاري في شرح الفقه الاكبر (ص/138)] .

9- وقال أيضًا : " قلت: أرأيت لو قيل أين الله تعالى؟ فقال- أي أبو حنيفة-: يقال له كان الله تعالى ولا مكان قبل أن يخلق الخلق، وكان الله تعالى ولم يكن أين ولا خلق ولا شىء، وهو خالق كل شىء" اهـ. [ الفقه الأبسط ضمن مجموعة رسانل أبي حنيفة بتحقيق الكوثري (ص/ 25). ].

10- وقال أيضا : "ونقر بأن الله سبحانه وتعالى على العرش استوى من غير أن يكون له حاجة إليه واستقرار عليه، وهو حافظ العرش وغير العرش من غير احتياج، فلو كان محتاجا لما قدر على إيجاد العالم وتدبيره كالمخلوقين، ولو كان محتاجا إلى الجلوس والقرار فقبل خلق العرش أين كان الله، تعالى الله عن ذلك علوا كبيرا" اهـ.
[ كتاب الوصية، ضمن مجموعة رسائل أبي حنيفة بتحقيق الكوثري (ص/ 2) ، وملا علي القاري في شرح الفقه الاكبر (ص/ 75) عند شرح قول الامام: ولكن يده صفته بلا كيف"] .

وهذا رد صريح على المشبهة المجسمة أدعياء السلفية الذين يسمون أنفسهم الوهابية ويزعمون أن السلف لم يصرحوا بنفي الجهة عن الله تعالى. فإن أبا حنيفة رأس من رؤوس السلف الذين تلقوا العلم عن التابعين، والتابعون تلقوا العلم عن الصحابة رضي الله عنهم، فاحفظ هذا أخي المسلم فإنه مهم في رد افتراءات الوهابية على علماء السلف.

ونلفت النظر إلى أن أتباع أبي حنيفة أي الذين هم على مذهبه سواء في لبنان وسوريا وتركيا وأندنوسيا والهند وغيرها من البلدان على هذا المعتقد أي ينزهون الله تعالى عن التحيز في جهة فوق العرش ويقولون الله موجود بلا كيف ولا جهة ولا مكان، إلا من لحق منهم بأهل التجسيم الذين فتنوا بالوهابية وغرتهم الحياة الدنيا أو فتنوا بابن تيمية رافع لواء المجسمة في القرن السابع الهجري كابن أبي العز الحنفي الذي فتن به أي ابن تيمية فشرح العقيدة الطحاوية على خلاف منهج أهل الحق عامة وأهل مذهبه خاصة، فقد حشا شرحه وملاه بضلالات ابن تيمية، فإنه كالظّل له، ومما ذكره  [ ذكر ذلك عند الكلام على قول الطحاوي (والجنة والنار مخلوقتان لا تفنيان أبدا ولا تبيدان" : (ص/ 427 سطر 16 و. 2)، ط 9، عام 08 14 هـ. ] في هذا الشرح من عقيدة ابن تيمية أن أهل السنة على زعمه يقولون بفناء النار أي عنده وعند ابن تيمية وعند الوهابية عذاب الكفار والمشركين والوثنيين الذين حاربوا الله وأنبياءه في نار جهنم ينتهي وينقطع مكذبين قول الله تعالى: (وَلَا يُخَفَّفُ عَنهُم مِن عَذَابِهَا) (سورة فاطر/36). ومما ذكره  [ ذكر ذلك عند الكلام على قول الطحاري: "ليس بعد خلق الخلق استفاد اسم الخالق): (ص/32 1 سطر 5- 6)، ط 9، عام 1988 ر. ] أيضا من عقيدة ابن تيمية قوله بأزلية نوع العالم التي أخذها ابن تيمية عن الفلاسفة أي على زعمهم أن الله لم يخلق نوع العالم إنما خلق الأفراد فقط والعياذ بالله.

وقد اتفق علماء الإسلام في مشارق الأرض ومغاربها منذ زمن الصحابة إلى يومنا هذا على أن هاتين العقيدتين هما عقيدتان كفريتان لما في ذلك من تكذيب الله ورسوله، ومما علم من الدين بالضرورة أن النار باقية إلى ما لا نهاية له لأن الله شاء لها البقاء، وأن العالم كله مخلوق لله نوعه وأفراده، وهذا توارثه المسلمون خلفًا عن سلف لا يناقضه ولا يعارضه إلا من استحوذ الشيطان على قلبه وأضله الله وطمس على بصيرته.

ومن العجب مع ما في هذا الشرح لابن أبي العز الحنفي من ضلالات كثيرة أن الوهابية استحسنته وصاروا ينشرون هذه العقيدة الفاسدة بين المسلمين ويتدارسونه فيما بينهم، حتى قرروا تدريس هذا الشرح في المعاهد والكليات بالرياض  (14) [ صحيفة 9 من الشرح. ] وادعوا  [ صحيفة 5 من الشرح ] أن هذا الشرح يمثل عقيدة السلف أحسن تمثيل.

ونقول نحن: والذي أرواحنا بيده لقد كذبوا في ادعائهم وافترائهم على السلف كما هو دأبهم، وستكتب شهادتهم ويُسألون.

وأما تكفير الإمام أبي حنيفة لمن يقول: "لا أعرف ربي فى السماء أو في الأرض "، وكذا من قال: "إنه على العرش، ولا أدري العرش أفي السماء أو في الأرض " فلأن قائل هاتين العبارتين جعل الله تعالى مختص بحيز وجهة ومكان، وكل ما هو مختص بالجهة والحيز فإنه محتاج محدث بالضرورة. وليس مراده كما زعم المشبهة إثبات أن السماء والعرش مكان لله تعالى، بدليل كلامه السابق الصريح في نفي الجهة والمكان عن الله.
 ================================================
وقال الشيخ الإمام العز بن عبد السلام الشافعي في كتابه "حل الرموز" في بيان مراد أبي حنيفة ما نصه (1): "لأن هذا القول يوهم أن للحق مكانا، ومن توهم أن للحق مكانا فهومشبه " اهـ، وأيد ملا علي القاري كلام ابن عبد السلام بقوله (2): "ولا شك أن ابن عبد السلام من أجل العلماء وأوثقهم، فيجب الاعتماد على نقله " اهـ. [(1) نقله ملا علي القاري في شرح الفقه الأكبر بعد أن انتهى من شرح رسالة الفقه الأكبر (ص/ 198).][ (2) المصدر السابق.]
  
11- وقال الإمام المجتهد محمد بن إدريس الشافعي رضي الله عنه إمام المذهب الشافعي (204 ص) ما نصه : " إنه تعالى كان ولا مكان فخلق المكان وهو على صفة الأزلية كما كان قبل خلقه المكان لا يجوز عليه التغيير في ذاته ولا التبديل في صفاته " اهـ. [إتحاف السادة المتقين (2/ 24 ]

12- وأما الإمام المجتهد الجليل أبو عبد الله أحمد بن محمد بن حنبل الشيباني (241 هـ) رضي الله عنه إمام المذهب الحنبلي وأحد الأئمة الأربعة، فقد ذكر الشيخ ابن حجر الهيتمي أنه كان من المنزهين لله تعالى عن الجهة والجسمية، ثم قال ابن حجر ما نصه : " وما اشتهر بين جهلة المنسوبين إلى هذا الإمام الأعظم المجتهد من أنه قائل بشىء من الجهة أو نحوها فكذب وبهتان وافتراء عليه " اهـ. [ الفتاوي الحديثية / 144).]

13- وقال الصوفي الزاهد ذو النون المصري (245 ص) ما نصه :
"ربي تعالى فلا شىء يحيط به *** وهو المحيط بنا في كل مرتصد
 لا الأين والحيث والتكييف يدركه *** ولا يـحـد بـمـقـدار ولا امـد
 وكـيـف يـدركـه حـد ولـم تـره *** عين وليس له في المثل من أحد
 أم كـيف يبلغه وهـم بلا شبه *** وقد تعالى عن الأشباه والولد" اهـ
[ حلية الاولياء ترجمة ذي النون المصري (9/388) ]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar