Deskripsi
Entah karena alasan tidak memenuhi kriteria syarat formal calon pengantin yang diatur UU, atau tidak mau ribet dengan urusan administratif yang ditetapkan pemerintah, atau sekedar karena alasan "ekpres" (ekonomi ngepres), nikah sirri (nikah di bawah tangan) kerap menjadi pilihan sebagian pasangan anak Adam untuk melangsungkan proses ijab-qabul demi memasuki gerbang halal hubungan asmaranya. Pilihan ini memang cukup praktis sekedar untuk prosesi menghalalkan sesuatu yang sebelumnya haram. Namun, karena sebuah pernikahan juga menuntut tanggung jawab, hak dan kewajiban pasutri, dan bahkan juga perlu pengakuan hukum formal, tidak jarang pilihan ini justru menjadi problema cukup sulit ketika komitmen pernikahan diterjang prahara.
Sebut saja Putri, seorang wanita yang cukup shaleha, setelah sekian waktu mengarungi bahtera rumah tangga bersama arjunanya, ia mulai merasakan ketidakharmonisan. Lelakinya yang dulu ia anggap seperti Malaikat Pelindung, yang senantiasa menjaga dengan penuh kasih-sayang dan tanggung jawab lahir-batin, belakangan nyaris berubah total. Ia tak lagi memperhatikan kewajibannya sebagai suami, mirip Tejo yang gaul namun tak bertanggung jawab dan doyan ngucapin, Fuck You!. Menyadari kenyataan ini, Putri merasa tidak lagi betah menjadi istrinya dan terbersit untuk berganti suami. Namun tiap kali minta cerai, suaminya tak pernah mengabulkan, dan belakangan malah pergi entah kemana. Hendak menggugat cerai lewat jalur hukum (khulu'), ia sadar jika pernikahannya tidak tercatat di KUA, dan bukan tidak mungkin justru menjadi bumerang karena dianggap sebagai pelanggaran UU Pernikahan yang bisa dipidanakan. Akhirnya, wanita shaleha ini pun hanya terpekur diam sambil sesekali hati kecilnya berdoa, Ya Rabbi, semoga Engkau berikan jalan keluar dilema praharaku lewat forum bahtsul masa'il ini. Amien…
Pertanyaan
a. Ketika suami tak mengabulkan permintaan cerai atau pergi tak diketahui rimbanya, bagaimana solusi Putri agar secara hukum bisa lepas (furqah) dari ikatan nikah?
b. Dapatkah ia mengangkat seorang muhakkam yang memiliki otoritas memfasakh pernikahannya?
Sa'il: PP. HY
Jawaban
Tafshil:
-Jika suami berada dirumah atau pergi (statusnya melarat), maka bagi istri boleh minta cerai.
Cara melakukan cerai, dengan hakim atau muhakkam. Jika ini tidak mungkin maka menurut sebagian pendapat dengan cara menceraikan dirinya sendiri, dengan syarat dihadapan saksi.
-Jika suami (kaya) pergi maka terjadi khilaf:
»Menurut pendapat yang kuat istri tidak boleh minta cerai
»Menurut pendapat kedua jika ia terhalang mendapatkan haknya (nafkah) maka istri boleh minta cerai dengan cara–cara seperti di atas (melalui hakim/muhakkam atau dengan cara menceraikan dirinya sendiri).
-Jika suami kaya tapi tidak mau memberi nafkah (imtina’) maka istri tidak boleh minta cerai, namun boleh melapor ke hakim agar hakim memaksa suami untuk memberikan haknya istri. Akan tetapi jika suami tetap tidak mau memberi nafkah setelah dipaksa hakim, maka istri boleh minta cerai.
-Jika suami kaya, memberi nafkah namun buruk perilakuknya kepada istri, maka menurut madzhab syafi’i istri tidak boleh minta cerai. Sedangkan menurut ulama’ Malikiyah pihak istri boleh minta cerai pada hakim, dan jika tidak memungkinkan lewat hakim, maka boleh mengangkat dua orang yang setatusnya sebagai hakam dari pihak suami dan istri, yang kapasitas keduanya sama dengan hakim dan telah ada syarat untuk tidak menyakiti diwaktu aqad nikah.
Referensi
1. Hasyiyatul Jamal juz 19 hal. 421
2. Fathul Mu’in juz 4 hal. 103
3. Bugyatul Musytarsyidin juz. 1 hal. 515
4. Tuhfatul Muhtaj juz 36 hal. 41
5. I’anatu At-Tholibin juz 3 hal. 378
6. Al-Mausu’ah Fiqhiyyah juz 2 hal. 343
7. Attaj Wal Iqlil lil Mukhtasori Kholil juz 5 hal. 499
8. Syarah Mukhtashor Kholil lil Khorosyi juz 12 hal.23
9. Al-Fawaqih Addawami Ala Risalati ibn Zaid al-Qoirowani juz 5 hal. 368
10. Fiqhul Islamy wa Adillatuh juz 9 hal. 495
11. Al-Mausu’ah Fiqhiyyah juz 29 hal. 57
Label: Bahtsul Masail, Jerambah Muslimah
Deskripsi
Dalam negara demokrasi, demonstrasi damai adalah aktifitas legal untuk mengkritik kebijakan pemerintah yang dinilai tidak populer atau guna menyuarakan aspirasi rakyat. Kendati demikian, sebagai negara yang beradab, demonstrasi tentunya harus dilakukan dengan aksi-aksi yang memiliki nilai etik kepatutan bangsa Indonesia. Seperti demonstrasi yang bertepatan dengan 100 hari kinerja kabinet SBY jilid II yang diwarnai dengan aksi kerbau bertuliskan "Si BuYa" / "Si leBaY" serta menginjak-injak gambar SBY-Budiono di Bundaran HI tanggal 28 Januari 2010 lalu.
Menurut pihak demonstran, pesan yang hendak didemonstrasikan melalui "Si BuYa" ini adalah kritik terhadap kenerja kabinet SBY yang dinilai berbadan besar, gemuk, namun lamban dan pemalas mirip kerbau, khususnya dalam penanganan kasus Bank Century, dan tidak menyinggung pihak manapun secara individu. Namun SBY sangat menyayangkan aksi itu karena dianggap tidak mengindahkan norma-norma kepantasan, bahkan ia merespon aksi itu lebih sebagai kritik terhadap anatomi pribadinya, sehingga ia merasa tidak nyaman sampai-sampai harus bersikap "lebay" dengan curhat dan berkeluh-kesah di hadapan anggota sidang. Di samping itu, para pendukung SBY menilai aksi massa seperti itu sudah di luar kepatutan demonstrasi, karena disamping tidak menghormati kepala negara sebagai simbol negara, aksi itu juga dikhawatirkan dapat merusak citra Indonesia di mata Internasional.
Sementara penilaian pihak lain, respon SBY itu mencerminkan sikap pemimpin paranoid yang alergi dengan kritik. Sebagai pemimpin, tidak seharusnya sempit dada dan hanya sibuk dengan bentuk fisik kerbau yang diajak demo mengkritik kepemimpinannya itu, melainkan lebih terfokus pada pesan yang disampaikan para demonstran. Bahkan ada yang menyatakan, seharusnya SBY bangga jika dianalogikan dengan kerbau, karena dalam mitologi China, kerbau dipersepsikan sebagai hewan yang paling tangguh dan pekerja keras.
Pertanyaan
a. Dalam aktifitas demonstrasi, sejauh manakah Islam mengatur etika kepatutannya?
Sa'il: Panitia
Jawaban :
a. Demontrasi sebagai sarana atau media amar ma’ruf nahi mungkar atau menyampaikan tuntutan dan aspirasi yang umumnya diwarnai penghinaan dan lain-lain yang dapat menjatuhkan kewibawaan pemerintah, maka hal itu tidak boleh dilakukan. Dan apabila bila cara-cara yang lebih santun telah memenuhi prosedur, maka demonstrasi boleh dilakukan dengan memenuhi dua aturan kepatutan (adab), yaitu:
1. Kepatutan substansi, yaitu:
a. Terjadi penyimpangan dari aturan syari’at atau peraturan yang berlaku atau disepakati.
b. Hal yang di tuntut dan diaspirasikan sudah menjadi keniscayaan untuk dilaksanakan.
2. Kepatutan tatacara, yaitu:
c. Diyakini (dhan qawi) sebagai alternatif terakhir
d. Dilakukan oleh demonstran yang berkompeten (bukan pendemo asal-asalan) dalam permasalahan yang sedang didemokan.
e. Harus menjaga kemaslahatan dan ketertiban umum
f. Tidak berpotensi menimbulkan tindakan anarkhis.
g. Tidak dilakukan dengan cara atau perkataan, perbuatan dan simbol-simbol lain yang mengarah pada pelecehan atau penghinaan.
Referensi
1. Ittikhafussadati al muttaqien juz 7 hal. 25
2. Ihya’ ulumuddin juz 3 hal. 370
3. At tsyri’ al jinani fil islam juz 2 hal. 41
4. al fiqh al islami juz 6 hal. 704-705
5. Khasyiyah al jamal juz 8 hal. 328
6. Al fiqh al islami wa adillatuhu juz 8 hal. 313
Pertanyaan
b. Bolehkah aksi demonstrasi menggunakan kerbau atau menginjak-injak photo presiden seperti dalam deskripsi?
Jawaban
Tidak diperbolehkan, karena demo dengan cara-cara tersebut (menginjak-injak foto presiden atau membawa gambar kerbau), secara 'urf adalah bentuk-bentuk penghinaan (ihanah) pada presiden.
Referensi
1. Ittikhafussadati al-Muttaqien juz 9 hal. 233
2. Faidul Qodir juz 6 hal. 398
3. Isadurrofiq juz 2 hal. 83
4. Isadurrofiq juz 2 hal. 84
5. Faidul Qodir juz 6 hal. 399
Pertanyaan
c. Antara pihak demonstran yang mengaku memproyeksikan substansi "SileBaY"nya sebagai pesan kritik sebuah kinerja pemerintah dan bukan untuk menyerang individu, dan pihak SBY yang merasa pribadinya dengan kapasitas sebagai kepala negara telah dihina, secara hukum Islam manakah yang dimenangkan?
Jawaban
Asumsi yang dibenarkan adalah dari pihak Presiden, karena rangkaian aksi demontrasi tersebut secara ‘urf jelas menunjukkan pelecehan terhadap SBY.
Referensi
1. Azzawajir An Iqtirof al kabir juz 2 hal. 402
2. Isadurrofiq juz 2 hal. 119
Tidak ada komentar:
Posting Komentar